Soeharto adalah tokoh dengan banyak pro kontra. Bagi pendukungnya, Pak Harto adalah pahlawan yang membangun ekonomi Indonesia. Tapi bagi penentangnya, pria kelahiran Kemusuk ini dinilai sebagai pemimpin antidemokrasi. Dia dipuja sekaligus dihujat. Namun demikian nama Soeharto tetap merupakan magnet bagi kawan dan lawan. Bahkan saat ia menghabiskan sisa waktunya di rumah sakit hingga ajal menjemput pada Ahad, 27 Januari 2008.
Tahun 1967 merupakan momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia dan hidup seorang jenderal bernama Soeharto. Sesuai Surat Perintah Sebelas Maret, Pak Harto mulai menggantikan Bung Karno sebagai pejabat presiden. Setahun kemudian tepatnya Maret 1968, Pak Harto disahkan sebagai presiden kedua Indonesia oleh Majelis Permusyarawatan Rakyat Sementara.
Kontroversi mewarnai perjalanan karier Pak Harto. Dia disanjung, ditakuti, dan dihormati saat berkuasa. Namun segera setelah lengser, hujatan bahkan cacian mendera Pak Harto. Terlepas dari perasaan atau emosi, sejarahlah yang paling jujur berbicara akan sosok tokoh yang paling lama memimpin negeri ini.
Berbeda dengan kepemimpinan Bung Karno yang penuh konfrontasi dan ketidakstabilan, Pak Harto mengusung era baru. Visi bernama Orde Baru. Segera setelah menjabat presiden, Soeharto langsung membenahi kekacauan ekonomi yang ditinggalkan Soekarno. Untuk membereskannya, Pak Harto berpaling pada tim ekonom didikan Barat.
Pembangunan ekonomi menjadi target utama. Bila sebelumnya negatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi positif bahkan naik pesat. Sampai-sampai pada dekade 1980-an, dia dijuluki Bapak Pembangunan karena berhasil mewujudkan swasembada pangan.
Di bidang kesehatan, Soeharto memulai kampanye Keluarga Berencana untuk mengendalikan jumlah penduduk. Program yang dinilai sukses secara internasional ini menjadikan Indonesia sebagai negara percontohan dan mendapat penghargaan dari Perserikatan Bangsa Bangsa. Tahun 80-an hingga 90-an, Indonesia mengalami kejayaan ekonomi. Indonesia nenjadi negara yang disegani di Asia.
Dalam upayanya menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia, Soeharto melakukan penyatuan partai-partai politik. Kontras dengan hingar-bingar masa Bung Karno. Dalam proses itu, Golongan Karya berkembang menjadi golongan penguasa yang selalu memenangkan Pemilihan Umum semasa Orde Baru. Oposisi hilang dan kekuatan masyarakat melemah.
Tekanan atas kebebasan politik belakangan menjadi salah satu sumber keluhan masyarakat terhadap Soeharto. Kalangan aktivis menilai almarhum sebagai sosok antidemokrasi dan cenderung otoriter. Jauh sebelum reformasi 1998, protes masyarakat muncul. Peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 atau Malari, contohnya. Massa turun ke jalan menentang modal asing yang selama ini menjadi salah satu pilar program ekonomi Soeharto.
Petaka datang di tahun 1997. Krisis monoter dan ekonomi menghantam negara-negara Asia. Demostrasi mahasiswa yang berlangsung dalam waktu lama membuat situasi Tanah Air begitu genting dan tegang. Namun aksi massa disambut kekerasan aparat. Massa mengamuk. Jakarta membara. Inilah salah satu demonstrasi jalanan terbesar sebelum reformasi 1998.
Posisi Soeharto semakin terpojok. Orang-orang kepercayaan justru berbalik mendukung mahasiswa dan meninggalkannya. Bahkan Ketua MPR/DPR Harmoko yang sebelumnya paling lantang meminta Soeharto melanjutkan lagi jabatannya sebagai Presiden tiba-tiba berubah. Saat itu, Harmoko dengan tegas meminta Soeharto turun.
Sebuah keputusan tak terduga datang. Tanggal 21 Mei 1998, Soeharto memutuskan mengundurkan diri sebagai Presiden. Dari saat itulah hingga kini, Indonesia memasuki babak baru bernama Reformasi.(TOZ/Tim Liputan 6 SCTV)Sumber : Liputan 6 SCTV
0 Comments:
Post a Comment