Legenda yang berkembang di Bulungan, mengisahkan asal muasal suku Bulungan dari sepotong bambu atau bulu tengon dan sebiji telor yang ditemukan oleh seorang tetua desa yang bernama Ku Anyi yang saat itu meski sudah tua ia bersama isterinya belum juga dikaruniai anak. Bambu dan telor tersebut ditemukan saat ia sedang berburu di hutan, tepatnya di atas pohon jemlai.. Bulu tengon dan telor tersebut dibawa pulang.
Keesokan harinya, bulu tengon berubah wujud menjadi bayi laki-laki dan telur berubah menjadi sosok bayi perempuan yang cantik. Bayi laki-laki diberi nama Jau Iru dan perempuannya diberi nama Lemlaisuri . Setelah keduanya dewasa berdasarkan wangsit yang diterima oleh ku anyi dan isterinya kemudian kedua makhluk tadi dikawinkan. Setelah Ku Anyi wafat, Jau Iru oleh masyarakatnya didaulat menjadi pemimpin mereka yang baru. Pernikahan keduanya tadi melahirkan anak bernama Paren Jau , yang kemudian menggantikan posisi ayahnya setelah sang ayah wafat. Perkembangan selanjutnya paren jau digantikan oleh anaknya yang bernama Paren Anyi , yang kemudian digantikan pula oleh puterinya yang bernama Lahai Bara yang pekuburannya ada di desa Long Pelban Kecamatan Peso.
Lahai Bara mempunyai dua orang anak, anak laki-laki bernama Sadang dan perempuannya bernama Asung Luwan . Sadang tewas saat desanya mendapat penyerangan oleh suku kenyah dari serawak pimpinan Sumbang Lawing . Asung luwan melarikan diri ke pedesaan di hilir sungai
kayan yang kemudian bertemu dengan Datu Mencang , seorang perantauan dari Kerajaan Brunei yang mencari tanah baru untuk membangun kerajaannya.
Perpaduan kedua anak manusia yang berbeda jenis ini melahirkan benih-benih cinta, namun Asung Luwan memberi syarat kepada Datu Mencang sebelum menikahinya agar terlebih dahulu mengalahkan Sumbang Lawing . Sesuai syarat yang diajukan, dalam sebuah pertarungan adu ketangkasan pada akhirnya sumbang lawing berhasil dikalahkan. Kemudian Datu Mencang dan Asung Luwan pun bisa melangsungkan pernikahan, yang akhirnya melahirkan suku Bulungan ini.
Datu mencang yang memimpin suku bulungan ini bergelar Ksatria Wira (1555 – 1595) , sejak itu islam berkembang di daerah ini yang pusat pemerintahannya di Busang Arau. Datu Mencang ini kemudian menikahkan anaknya yang bernama Kenawai Lumu dengan bangsawan Kesultanan Sulu, Philipina Selatan, dan kemudian menyerahkan kekuasaan kepada menantunya Singa Laut (1595 – 1631) .Selanjutnya dari sinilah kekuasaan kesultanan di bulungan ini berlangsung secara turun temurun. Berturut-turut kemudian diperintah oleh Wira Kelana . Kemudian pucuk pimpinan dilanjutkan Wira Digedung , yang semasa kepemimpinannya berhasil memindahkan
pusat pemerintahan dari Busang Arau ke Limbu (Long Baju).
Masa Kesultanan Bulungan
Setelah itu pucuk pemerintahan kemudian diserahkan kepada Wira Amir , pada masa inilah pusat pemerintahan kemudian dipindahkan dari Limbu (Long Baju) ke Salim Batu , yang kemudian merubah sistem pemerintahan suku menjadi kesultanan. Sultan pertama adalah Wira
Amir yang bergelar Sultan Amiril Mukminin (1731 – 1777). Sesudahnya, pemerintahan digantikan oleh Aji Ali yang dinobatkan menjadi sultan dengan gelar Sultan Alimuddin (1777 – 1817) , di masa inilah pusat pemerintahan kemudian dipindahkan ke tanjung palas, sedangkan salim batu sebagai lahan persawahan.
Tahun 1817 , pemerintahan Aji Ali digantikan oleh Aji Muhammad yang bergelar Sultan Muhammad Amiril Kaharuddin , yang memerintah hingga Tahun 1861 . Setelah itu merasa dirinya sudah tua sultan mengundurkan diri dan digantikan puteranya yang bernama si Kiding
bergelar Sultan Muhammad Djalaluddin (1861 – 1866) . Mangkatnya Sultan Muhammad Djalaluddin , pemerintahan kesultanan kemudian diambil alih oleh Sultan Muhammad Amiril Kaharuddin , ayah Sultan Muhammad Djalaluddin yang tidak ingin merelakan pemerintahannya jatuh ke tangan Datuk Alam yang merupakan ulama yang banyak pengikut. Datuk Alam adalah putera Pangeran Maulana , tapi dari lain ibu. Meski begitu pada akhirnya Datuk Alam berhasil menjadi sultan dengan gelar Khalifatul Alam Muhammad Adil yang hanya memerintah
kurang lebih dua tahun (1873 – 1875) , dari sultan inilah Mesjid Jami Tanjung Palas direnovasi, dan juga membangun istana II di sebelah hilir istana I. Penggantinya adalah Ali Kahar yang bergelar Sultan Kaharuddin II , ia bertahta mencapai 14 tahun dan mangkat tahun 1889 . Penggantinya Sultan Azimuddin yang berkuasa lebih kurang 10 tahun (1889 – 1899) . Setelah itu pemerintahan kesultanan sempat dipegang oleh Puteri Sibut (Pengian Kesuma) yang memerintah sekitar 3 tahun dengan dibantu oleh perdana menterinya, oleh karena putera sultan yang tertua Datuk Belembung umurnya belum memenuhi persyaratan menjadi
sultan, sehingga kesultanan dipegang oleh Pengian Kesuma . Tepatnya Tahun 1901 Datu Belembung dinobatkan menjadi sultan yang bergelar Sultan Maulana Muhammad Kasim Al-Din Atau Sultan Kasimuddin . Beliau mangkat tahun 1925 , yang kemudian kekuasaan kesultanan diserahkan kepada pemangku sultan yang bernama Datuk Mansyur (1925 – 1930) . Setelah itu diangkatlah Sultan Muhammad Sulaiman (1930 – 1931) , ia meninggal mendadak. Pengganti Sultan Muhammad Sulaiman adalah adiknya yang bernama Datuk Tiras yang bergelar Sultan Maulana Muhammad Djalaluddin .
Dimasa pemerintahan Sultan Maulana Muhammad Djalaluddin pada upacara 17 Agustus 1949 , sultan memimpin upacara pengibaran bendera merah putih yang pertama kali di halaman Istana Sultan Bulungan .
Melalui Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Nomor : 186/Orb/92/14/1950 Kedudukan Kesultanan Bulungan Ditetapkan Sebagai Wilayah Swapraja . Keputusan gubernur ini disahkan dengan Undang-Undang Darurat RI Nomor 3 Tahun 1953 . Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1955 wilayah Kesultanan Bulungan ditetapkan menjadi Daerah Istimewa , Sultan Maulana Djalaluddin diangkat menjadi Kepala Daerah Bulungan Pertama sampai dengan akhir hayatnya di Tahun 1958 . Pada tahun 1959 melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 Status Daerah Istimewa Diubah Lagi Menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Bulungan , dan Bupati pertamanya adalah Andi Tjatjo Datuk Wiharja (1960 – 1963) adik ipar Sultan Maulana Djalaluddin . Sejak itu pula pusat pemerintahan dipindahkan dari Tanjung Palas ke Tanjung Selor hingga sekarang ini.
Sumber : Bulungan.go.id
Tenggelamnya KM Wangi Cendana Dikarenakan Cuaca Buruk
-
[image: Tenggelamnya KM Wangi Cendana Dikarenakan Cuaca Buruk]
KBRN, Tarakan : Kantor Unit Penyelengara Pelabuhan (KUPP) kelas III Pulau
Bunyu di bantu KSO...
3 minggu yang lalu
9 Comments:
Kesultanan Bulungan tidak mungkin diragukan, karena mempunyai sejarah dan pustaka yang lengkap. Yang membingungkan keberadaan Kesultanan Tidung, tidak ada dalam Pustaka Arsip Nasional. Keberadaannyapun baru didengungkan tahun 1999 saat Tarakan berpisah dari Kabupaten Bulungan, apa mungkin sebuah Kerajaan berdiri di era Kejayaan Kerajan Bulungan, dan di sebuah pulau yang tidak meninggalkan Puing Istana Kerajaan, hanya menurut hikayat di Binalatung dan Pinggiran Sungai Pamusian, berdasarkan bahasa Indonesia Hikayat adalah dongeng asal usul satu daerah. Tolong Generasi kita jangan dijejali sejarah yang meragukan. Kalau Toh Tarakan bagian dari Kerajaan Bulungan kenapa suku Tidung mengklaim dulunya sebuah Kerajaan, padahal Kalimantan Timur hanya mengenal 5 kesultanan : Kutai Kertanegara, Pasir Balengkong, Gn. Tabur, Samabliung dan Bulungan. Tidung merupakan bagian dari kerajaan Bulungan silsilah Kesultananpun berdasarkan Kerajaan Sulu, jadi bukan garis Keturunan Tidung. Sebagaimana Kesultanan Bulungan yang berasal dari Keturunan Brunei, akhirnya menurunkan Silsilah baru Kesultanan Bulungan. Sementara Tidung berasal dari Kesultanan Sulu dan turun temurun sehingga suku Tidung mengklaim memiliki Kerajaan. Ini perlu diluruskan bukan berdasarkan hikayat, tetapi paling tidak diakui Negara sendiri minimal Provinsi. Generasi muda adalah penurus bangsa, jangan bohongi dengan pengakuan yang tidak di akui.
kerajaan bulungan itu pernah mengalami sejarah yang pahit, karena ulah para penghianat bangsa, sungguh tragis kejadian tahun 1965 kepada keluarga kerajaan bulungan.penerus raja sebenarnya tidak ada di negara indonesia, mereka semua lari ke negeri seberang untuk menyelamati diri dan sekarang tinggal cucu-cucunya dan suatu saat cucunya inilah yang akan menjadi pemimpin meneruskan wasiat nenek moyangnya
Yea mungkin benar saudara. Nenda saya berasal dr kesultanan Bulungan ini. Menurut cerita nenda sy yg masih hidup, mmg beliau akui dahulu ada istana bersempadan dgn Kalimantan Dan Brunei. Dan anak cucu semua berdarah bangsawan Dan rata2 telah berhijrah ke Sabah Dan skrg nenda sy masih sihat berada di Semenanjung Msia menetap bersama anak pmpuan bongsunya. Dan nenda sy akui pernah di cari oleh kaum kerabat Bulungan dek kerana penghijrahan dan perkahwinan jadi mereka sudah byk putus hubungan. Dan nenda bangga mewarisi darah diraja Brunei dan juga sedikit Sulu. Walaubgaimanapun sy berminat utk mengkaji lebih lanjut. Nenda sy walau sudah tua sangat2 tp masih kuat ingatannya berkenaan sejarah silam kebangsawanannya. Akhirnya beliau telah bertemu jodoh pula dgn Almarhum datuk sy yg berasal Dr kerajaan diraja Gowa Makassar. Mungkin satu hari kita boleh berkongsi fakta atau info sahih.
As salam...
Sy kini sedang berkawan dengan gadis Cina Hainan + Bulungan..Ayahnya Cina dan Ibunya Bulungan..Di mana lagi boleh saya dptkan info mengenai Bulungan? Sy berminat nk mngetahui salasilah Bulungan ini...tK..
Ada kemungkinan ga keturunan keluarga kerajaan bulungan hidup dan beranak pinak di indonesia? Krn sy pernah dengar ada salah satu putri kerajaan (kalo ga salah) yg keluar dr kerajaan krn menikah dg orang diluar kerajaan bulungan.
dengan adanya lagenda bulungan jd makin cinta dengan bulungan.
Merdeka
Post a Comment